Tampilkan postingan dengan label pltn. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pltn. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 19 Oktober 2013
Mengenal Berbagai Tipe PLTN di Dunia 2

5. Reaktor Grafit
5.1. Reaktor Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR)
Setelah perang dunia berakhir reaktor GCR adalah salah satu tipe reaktor yang didesain ulang di Inggris maupun Perancis. Reaktor ini menggunakan bahan bakar logam uranium alam, moderator grafit pendingin gas karbondioksida. Bahan kelongsong terbuat dari paduan magnesium (Magnox), oleh karena itu reaktor ini disebut sebagai reaktor Magnox. Reaktor Magnox mempunyai pembangkitan daya listrik cukup besar dan efisiensi ekonomi yang baik. Raktor tipe modifikasi Magnox pernah dibangun di Jepang pada tahun 1967 sebagai PLTN Tokai. Setelah beroperasi selama 30 tahun reaktor ini ditutup pada tahun 1998.

5.2. Reaktor Pendingin Gas Maju (Advanced Gas-cooled Reactor,AGR)
Di Inggris fokus pengembangan teknologi PLTN bergeser ke reaktor berbahan bakar uranium dengan pengayaan rendah, yang memiliki kerapatan daya dan efisiensi termal yang tinggi. Unjuk kerja reaktor ini terbukti dapat diperbaiki. Di Inggris reaktor ini hanya sempat dibangun sebanyak 14 buah saja karena setelah pertengahan tahun 1980 kebijakan Pemerintah Inggris berubah.
5.3. Reaktor Pendingin Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas-cooled Reactor, HTGR)
Reaktor ini menggunakan gas helium sebagai pendingin. Karakteristik menonjol yang unik dari reaktor HTGR ini adalah konstruksi teras didominasi bahan moderator grafit sehingga temperatur operasi dapat ditingkatkan menjadi tinggi dan efisiensi pembangkitan listrik dapat mencapai lebih dari 40%. Terdapat 3 bentuk bahan bakar dari HTGR, yaitu dapat berupa: (a) Bentuk batang seperti reaktor air ringan (dipakai di reaktor Dragon dan Peach Bottom); (b) Bentuk blok, di mana di dalam lubang blok grafit yang berbentuk segi enam di masukkan batang bahan bakar (dipakai di reaktor Fort St. Vrain, MHTGR, HTTR); (c) Bentuk bola (peble bed), di mana butir bahan bakar bersalut didistribusikan dalam bola grafit (dipakai di reaktor AVR, THTR-300).
5.4. Reaktor Pipa Tekan Air Didih Moderator Grafit (Light Water Gas-cooled Reactor, LWGR)
RBMK adalah reaktor tipe ini yang hanya dikembangkan di Rusia. Reaktor ini tidak menggunakan tangki kalandria (berisi air berat) seperti reaktor tipe SGHWR tetapi menggunakan grafit sebagai moderator. Oleh karena itu dimensi reaktor menjadi besar. Sekitar 1700 buah pipa tekan menembus susunan blok grafit. Di dalam pipa tekan diisi batang bahan bakar di mana di sekelilingnya mengalir air ringan yang mengambil panas dari batang bahan bakar sehingga mendidih. Uap yang terbentuk dikirim ke turbin pembangkit listrik untuk memutar turbin dan membangkitkan listrik. Salah satu reaktor tipe ini yang terkenal karena mengalami kecelakaan adalah reaktor Chernobyl No.4 yang merupakan reaktor tipe RBMK-1000. Salah satu kegagalan desain pada reaktor tipe RBMK yang dianggap sebagai kambing hitam terjadinya kecelakaan Chernobyl adalah tidak tersedianya bejana pengungkung reaktor.
6. Reaktor Cepat (Fast Reactor, FR), Reaktor Pembiak Cepat (Liquid Metal Fast Breeder Reactor, LMFBR)
Seperti tersirat dalam nama tipe reaktor ini, neutron cepat yang dihasilkan dari reaksi fisi dengan kecepatan tinggi dikondisikan sedemikian rupa sehingga diserap oleh uranium-238 menghasilkan plutonium-239. Dengan kata lain di dalam reaktor dapat dibiakkan (dibuat) unsur plutonium. Rapat daya dalam teras reaktor cepat sangat tinggi. Oleh karena itu, sebagai pendingin biasanya digunakan bahan logam natrium cair atau logam cair campuran natrium dan kalium (NaK) yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mengambil panas dari bahan bakar. Konstruksi reaktor pembiak cepat terdiri dari pendingin primer yang berupa bahan logam cair mengambil panas dari bahan bakar dan kemudian mengalir ke alat penukar panas antara (intermediate heat exchanger), selanjutnya energi panas ditransfer ke pendingin sekunder dalam alat penukar panas antara ini. Kemudian pendingin sekunder (bahan pendingin adalah natrium cair atau logam cair natrium) yang tidak mengandung bahan radioaktif akan mengalir membawa panas yang diterima dari pendingin primer menuju ke perangkat pembangkit uap dan memberikan panas ke pendingin tersier (air ringan) sehingga temperaturnya meningkat dan mendidih (proses pembangkitan uap). Uap yang dihasilkan selanjutnya dialirkan ke turbin untuk memutar generator listrik yang dikopel dengan turbin. Komponen sistem primer dari reaktor pembiak cepat terdiri dari bejana reaktor, pompa sirkulasi primer, alat penukar panas antara. Komponen ini dirangkai oleh pipa penyalur pendingin membentuk suatu untai (loop), karena itu reaktor seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor untai.
Apabila seluruh komponen sistem primer di atas semuanya dimasukkan ke dalam bejana reaktor maka reaktor pembiak cepat seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor tangki atau reaktor kolam. Contoh reaktor pembiak cepat tipe reaktor untai adalah reaktor prototipe Monju di Jepang, sedangkan untuk tipe reaktor kolam adalah reaktor Super Phoenix di Perancis yang sudah menjadi reaktor komersial. Reaktor Cepat Eropa (Europian Fast Reactor, EFR) yang secara intensif dikembangkan oleh negara-negara Eropa diharapkan akan mulai masuk pasar komersial pada tahun 2010 nanti.

Sumber:
Ensiklopedia Teknologi Nuklir–BATAN
http://www.coolschool.ca/lor/PH11/unit9/U09L04.htm
http://www.jaea.go.jp/04/monju/EnglishSite/contents01/contents01a.html
Sumber-sumber lain
Selasa, 15 Oktober 2013
Bangka Belitung Bangun PLTN

"Dua PLTN yang akan dibangun dalam upaya memenuhi kebutuhan energi listrik terutama di Babel," ujar Gubernur Babel, Eko Maulana Ali, Rabu, setibanya di Bandara Depati Amir Pangkalpinang dari kunjungannya ke Slovenia dan Slovakia untuk studi banding masalah PLTN.
Ia menjelaskan, dari dua PLTN yang akan dibangun tersebut satu unit PLTN berlokasi di Muntok, Kabupaten Bangka Barat berkekuatan 10.000 MW dan di Desa Permis, Kabupaten Bangka Selatan, berkekuatan 600 MW.
Ia menjelaskan, dipilihnya kedua kabupaten tersebut berdasarkan hasil studi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), yang sudah melakukan studi kelayakan di Babel sejak 2009.
"Kedua daerah itu memiliki kondisi tanah yang sangat baik sekali untuk pembangunan PLTN dan dekat dengan pantai, sehingga biaya transmisi lebih murah," ujarnya.
Ia mengatakan, pasokan listrik sebesar itu tidak hanya dijual di Babel saja, tapi akan dijual mulai dari Bali hingga Sumatera.
"Pembangunan PLTN ini tidak hanya mengakomodir kebutuhan listrik di Babel saja, tapi juga mengakomodir kebutuhan listrik mulai dari Bali hingga Sumatera," tuturnya.
Menurut dia, pembangunan PLTN di Babel, karena daerah ini merupakan wilayah yang paling cocok untuk pembangunan PLTN dan sudah memenuhi 17 persyaratan yang ditetapkan hasil penelitian dari BATAN.
"Pembangunan PLTN ini merupakan suatu upaya dari pemerintah tapi belum final, masih tergantung dari pemerintah pusat," katanya.
Eko menambahkan, pemerintah pusat tidak bisa melakukan apa pun, jika pemerintah daerah tidak bergerak untuk terus mensosialisasikan pembangunan PLTN ini kepada masyarakat.
"Pembangunan PLTN ini sangat sensitif, karena masih banyak masyarakat yang belum memahami nuklir. Masyarakat hanya mengetahui bahayanya saja, tapi tidak mengetahui manfaat dari nuklir itu sendiri," katanya.
Ia mengatakan, sudah banyak PLTN yang dibangun di Jepang, Korea, Rusia, Slovenia, Slovakia serta beberapa negara maju di Eropa.
"PLTN di Jepang dibangun di tengah-tengah kota, walaupun masyarakatnya sudah mengalami trauma yang besar pada saat Kota Hiroshima dibom oleh sekutu. Namun saat ini negara tersebut sudah sangat maju," ujarnya.
Kamis, 23 Desember 2010
Sumber : http://www.antaranews.com/berita/1293080878/bangka-belitung-bangun-pltn
Sabtu, 12 Oktober 2013
Malaysia Bangun PLTN Generasi 3 di Perbatasan Sumatera Utara
Kebutuhan energi yang semakin mendesak mendorong Malaysia memutuskan untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Lokasinya disebut-sebut di sebuah pulau milik Malaysia yang berbatasan dengan Sumatera Utara (Sumut), Indonesia.
Meski belum diketahui detail PLTN itu, namun anggota Tim Sosialisasi PLTN Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Wawan H Purwanto menyebut parlemen Malaysia sudah merekomendasikan penggunaan nuklir di lokasi itu sebagai energi alternatif.
"Negara jiran Malaysia sudah dipastikan mendirikan instalasi nuklir, tapi bukan di wilayah Indonesia tapi di pulau mereka sendiri. Memang kalau ditarik garis ya, di perbatasan Indonesia di sekitar Sumatera Utara," katanya kepada Pelita, di Jakarta, Selasa (19/4).
Selain Malaysia, negara tetangga Indonesia yang juga sudah memastikan mendirikan PLTN adalah Vietnam dan Thailand. Vietnam disebut-sebut berencana membangun 13 instalasi, sedangkan Thailand empat instalasi.
Sementara Singapura, seperti dikutip AFP, awal pekan ini menyatakan "masih jauh" dari pemanfaatan energi tersebut, sebagaimana dijelaskan Menteri Senior Negara untuk Perdagangan dan Industri S Iswaran.
Dirjen Badan Nuklir Malaysia Muhammad Lebai Juri mengakui reaktor yang akan mereka bangun adalah reaktor generasi-3 yang mereka klaim lebih baik dari Jepang.
"Reaktor sekarang adalah reaktor generasi-3 yang lebih baik dari Jepang. Di sini, di Malaysia, kita akan mencari sistem baru dengan memasukkan kapasitas sistem keamanan-nya," kata Muhammad dikutip Uvetmdingnews.
"Kami siap dan akan menentukan langkah-langkah tertentu jika terjadi kebocoran. Kami memiliki sejumlah badan-badan yang akan melakukan langkah-langkah pengamanan jika terjadi kebocoran. Anda harus tahu, Jepang membangun nuklirnya sejak tahun 1970, seperti reaktor nuklir generasi-1," sambungnya.
Dia tidak menyebut nama lokasi tempat yang paling tepat untuk membangun PLTN. Dia menambahkan, sejumlah pakar dari badan nuklir sedang menjajaki rencana ini. "Ada risiko namun teknologi berkembang dan kita juga harus memenuhi kebutuhan kita," kata Muhammad. Kebutuhan mendesak
Wawan H Purwanto menjelaskan, Indonesia memang sudah seharusnya segera merintis penggunaan energi nuklir sebagai energi pengganti bahan bakar fosil. Apalagi kebutuhan energi Indonesia setiap tahun terus meningkat. Jika pada tahun ini hanya sekitar 35.000 Megawatt, maka pada 2025, kebutuhan energi Indonesia sudah meningkat tajam menjadi 100.000 Megawatt.
"Padahal ketersediaan minyak bumi di Indonesia hanya tinggal 21 tahun lagi, gas 61 tahun, dan batubara hanya tersedia 80 tahun lagi," ungkapnya.
Dari sisi ketersediaan bahan baku nuklir seperti uranium,menurut Wawan H Purwanto, Indonesia sangat melimpah. Di Pulau Bangka, bahan baku uranium bisa memasok sampai 400 tahun.
"Di Kalimantan dekat perbatasan Malaysia, malah persediaan uraniumnya juga sampai dua pertiga, sementara Malaysia hanya sepertiganya," katanya.
Sampai saat ini, kata Wawan, Indonesia baru memiliki tiga reaktor itupun untuk tujuan riset seperti di Serpong, Bandung, don Yogyakarta dengan daya sekitar 90 Megawatt. "Selain sebagai riset, energi nuklir itu baru sebatas untuk digunakan pertanian, peternakan, dan kedokteran," ujarnya.
Wawan H Purwanto juga mengakui isu pembangunan energi nuklir di Indonesia menimbulkan pro-kontra di masyarakat karena sebagian besar belum memahami pentingnya memiliki energi nuklir, (rid/zis/jon)
Sumber : http://bataviase.co.id/node/647282
ReadFull Article ..
Meski belum diketahui detail PLTN itu, namun anggota Tim Sosialisasi PLTN Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Wawan H Purwanto menyebut parlemen Malaysia sudah merekomendasikan penggunaan nuklir di lokasi itu sebagai energi alternatif.
"Negara jiran Malaysia sudah dipastikan mendirikan instalasi nuklir, tapi bukan di wilayah Indonesia tapi di pulau mereka sendiri. Memang kalau ditarik garis ya, di perbatasan Indonesia di sekitar Sumatera Utara," katanya kepada Pelita, di Jakarta, Selasa (19/4).
Selain Malaysia, negara tetangga Indonesia yang juga sudah memastikan mendirikan PLTN adalah Vietnam dan Thailand. Vietnam disebut-sebut berencana membangun 13 instalasi, sedangkan Thailand empat instalasi.
Sementara Singapura, seperti dikutip AFP, awal pekan ini menyatakan "masih jauh" dari pemanfaatan energi tersebut, sebagaimana dijelaskan Menteri Senior Negara untuk Perdagangan dan Industri S Iswaran.
Dirjen Badan Nuklir Malaysia Muhammad Lebai Juri mengakui reaktor yang akan mereka bangun adalah reaktor generasi-3 yang mereka klaim lebih baik dari Jepang.
"Reaktor sekarang adalah reaktor generasi-3 yang lebih baik dari Jepang. Di sini, di Malaysia, kita akan mencari sistem baru dengan memasukkan kapasitas sistem keamanan-nya," kata Muhammad dikutip Uvetmdingnews.
"Kami siap dan akan menentukan langkah-langkah tertentu jika terjadi kebocoran. Kami memiliki sejumlah badan-badan yang akan melakukan langkah-langkah pengamanan jika terjadi kebocoran. Anda harus tahu, Jepang membangun nuklirnya sejak tahun 1970, seperti reaktor nuklir generasi-1," sambungnya.
Dia tidak menyebut nama lokasi tempat yang paling tepat untuk membangun PLTN. Dia menambahkan, sejumlah pakar dari badan nuklir sedang menjajaki rencana ini. "Ada risiko namun teknologi berkembang dan kita juga harus memenuhi kebutuhan kita," kata Muhammad. Kebutuhan mendesak
Wawan H Purwanto menjelaskan, Indonesia memang sudah seharusnya segera merintis penggunaan energi nuklir sebagai energi pengganti bahan bakar fosil. Apalagi kebutuhan energi Indonesia setiap tahun terus meningkat. Jika pada tahun ini hanya sekitar 35.000 Megawatt, maka pada 2025, kebutuhan energi Indonesia sudah meningkat tajam menjadi 100.000 Megawatt.
"Padahal ketersediaan minyak bumi di Indonesia hanya tinggal 21 tahun lagi, gas 61 tahun, dan batubara hanya tersedia 80 tahun lagi," ungkapnya.
Dari sisi ketersediaan bahan baku nuklir seperti uranium,menurut Wawan H Purwanto, Indonesia sangat melimpah. Di Pulau Bangka, bahan baku uranium bisa memasok sampai 400 tahun.
"Di Kalimantan dekat perbatasan Malaysia, malah persediaan uraniumnya juga sampai dua pertiga, sementara Malaysia hanya sepertiganya," katanya.
Sampai saat ini, kata Wawan, Indonesia baru memiliki tiga reaktor itupun untuk tujuan riset seperti di Serpong, Bandung, don Yogyakarta dengan daya sekitar 90 Megawatt. "Selain sebagai riset, energi nuklir itu baru sebatas untuk digunakan pertanian, peternakan, dan kedokteran," ujarnya.
Wawan H Purwanto juga mengakui isu pembangunan energi nuklir di Indonesia menimbulkan pro-kontra di masyarakat karena sebagian besar belum memahami pentingnya memiliki energi nuklir, (rid/zis/jon)
Sumber : http://bataviase.co.id/node/647282
Minggu, 06 Oktober 2013
Indonesia Perlu PLTN

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah salah satu solusi untuk dapat menciptakan energi yang cukup besar hingga mencapai seribu megawatt (MW) per unit.
"Dengan demikian, PLTN sebagai pemasok energi khususnya listrik dibutuhkan keberadaannya di Indonesia," kata pakar nuklir dari Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Andang Widi Harto.
Menurut dia, kapasitas listrik yang tersedia di Indonesia saat ini sebesar 30 ribu MW dan jumlah tersebut baru bisa memenuhi kebutuhan 60 persen wilayah di Indonesia.
Oleh karena itu, ke depan kebutuhan listrik diprediksi akan makin tinggi seiring dengan perkembangan industri.
Pada 2025 dibutuhkan sekitar 100 ribu megawatt listrik (MWE, megawatt electrical) sehingga Indonesia akan mengalami kekurangan pasokan sebesar 70 ribu MW.
Pemenuhan itu kemungkinan hanya bisa didapat dari energi nuklir, karena jika hanya mengandalkan geotermal, makrohidropower, dan tenaga surya, pasokannya tetap kurang.
Energi geotermal menghasilkan pasokan listrik sekitar 27 ribu MW.
Potensi sebesar itu tidak mungkin bisa dikembangkan seluruhnya atau hanya dapat terealisasi sekitar 9.000 MW.
Potensi energi makrohidropower yang dimiliki sekitar 75 ribu MW dan realisasinya hanya 10 ribu MW.
Total dari gabungan kedua energi itu hanya menghasilkan 19 ribu MW atau masih ada kekurangan pasokan sekitar 50 ribu MW, katanya.
Jika menggunakan energi surya, pada kapasitas satu gigawatt (GW) perlu luas area 20 kilometer persegi. Satu panel surya berukuran satu meter persegi hanya menghasilkan 50 watt listrik.
Namun, jika menggunakan PLTN, satu unitnya yang menghasilkan seribu MWE hanya memerlukan dua kilometer persegi area.
"Pasokan nuklir di tingkat dunia saat ini melebihi stok dan terdapat bank uranium. Hal itu merupakan kesempatan yang baik untuk dikembangkan jika didukung dengan persyaratan yang matang," katanya.
Dukung PLTN
Sehubungan dengan hal itu, Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada mendukung rencana pemerintah membangun PLTN untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia.
"Pembangunan PLTN di Indonesia diharapkan bisa diarahkan untuk mengatasi kebutuhan energi di Indonesia yang cukup kritis," kata Ketua Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM Sihana.
Pertimbangan untuk membangun PLTN tersebut berangkat dari prediksi kebutuhan listrik di masa datang yang tidak sepenuhnya bisa dipenuhi dari sumber daya lain.
Namun, menurut dia, pendirian PLTN di Indonesia memerlukan beberapa persyaratan yang matang.
"Belajar dari pengalaman reaktor nuklir di Jepang, Indonesia harus memikirkan berbagai antisipasi desain sistem keselamatan yang belum terpikirkan di negara lain," katanya.
Jepang memang telah memprediksi skala gempa tetapi tidak memikirkan mengenai antisipasi tsunami.
"Oleh karena itu, perlu dipikirkan hal-hal semacam itu, baik terkait tata ruang, sistem pendingin maupun beberapa persiapan teknis yang harus lebih baik," katanya.
Andang mengatakan pada prinsipnya sistem keselamatan pada PLTN meskipun bervariasi dalam konfigurasi tetap memiliki kemiripan yakni masih tergantung pada sistem suplai daya cadangan setelah "shutdown".
Artinya, masih tergantung pada mesin diesel darurat.
Oleh karena itu, kegagalan mesin diesel akan menimbulkan konsekuensi yang mirip dengan PLTN Fukushima Daichi, Jepang.
PLTN Fukushima merupakan PLTN generasi dua yang awal dengan sistem "boiling water reactor" (BWR) yang dibangun pada 1970.
Jenis-jenis yang lebih baru dari BWR meskipun masih termasuk generasi dua, telah mengalami perbaikan dibandingkan dengan jenis sebelumnya, antara lain ukuran pengukung yang lebih besar.
"Di Amerika Serikat (AS), misalnya, yang juga banyak mengoperasikan PLTN generasi dua, telah diterapkan prosedur `safeguard` tambahan yang memungkinkan operator mendinginkan teras dalam kondisi tanpa `back up` daya," katanya.
Pada kasus Fukushima, ledakan yang terjadi merupakan reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen, bukan ledakan nuklir.
Hal itu ditandai dengan rendahnya tingkat radiasi yang dilepaskan, sangat berbeda dengan ledakan bom atom Hiroshima dan Nagasaki.
Ledakan kimia hidrogen itu tidak sekuat ledakan uap pada reaktor Chernobyl pada 26 April 1986 di Uni Sovyet (sekarang Ukraina).
Pada reaktor Fukushima hanya melemparkan atap dan dinding gedung, sedangkan kerangka baja gedung masih utuh.
Kasus Fukushima terjadi di antaranya karena "lay out" mesin diesel ditempatkan secara integral, seharusnya, enam unit PLTN yang tersedia memiliki mesin diesel masing-masing.
Penempatan "lay out" mesin diesel tersebut perlu dilakukan agar sistem keselamatan tidak gagal ketika terjadi kerusakan atau mesin diesel tidak berfungsi.
"Selain itu, lokasi PLTN yang dibangun sebaiknya berada pada lokasi yang relatif lebih tinggi," katanya.
Pakar geologi dari UGM Subagyo Pramumijoyo mengatakan jika pemerintah tetap pada keinginan membangun reaktor nuklir PLTN, tentu dapat memilih tempat yang paling aman dari bencana, terutama gempa bumi.
Menurut dia, dengan berbagai pertimbangan ekonomi, Indonesia memang diharapkan bisa memiliki reaktor nuklir.
Indonesia tentu dapat belajar bagaimana membangun reaktor nuklir, tidak saja membangun, tetapi juga bagaimana bisa membekali para pengelola atau operator reaktor nuklir dengan disiplin tinggi.
"Operator reaktor nuklir perlu diberi pelatihan atau pendidikan khusus secara intensif. Dengan demikian, seorang operator diharapkan dapat mengelola reaktor nuklir dengan baik dan mampu mengambil keputusan yang bijaksana dalam segala macam situasi darurat," katanya.
(B015*H010/B009)
Sumber : http://www.antaranews.com/berita/251768/indonesia-perlu-pltn
Langganan:
Postingan (Atom)